Senin, 25 Juni 2012

Posted by ReL2 107.6FM
No comments | 07.42

Supersemar (4): Pistol di dada Soekarno?
Dada Soekarno malam itu mungkin tak sebusung waktu ia mengatakan “ini dadaku mana dadamu” kepada Malaysia. Dini hari, 11 Maret 1966 di Istana Bogor, pistol FN-46 itu ditodongkan Brigjen Basuki Rachmat ke dada sang presiden. Soekarno dipaksa untuk meneken sebuah surat di dalam map merah jambu.

Dalam ‘Mereka Menodong Soekarno’,  Letnan Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, pengawal presiden yang berjaga malam itu, mengaku langsung mencabut pistolnya. Namun, Soekarno menyuruh pengawalnya itu untuk memasukkan kembali ke sarungnya.

Saat membaca isi naskah di map merah itu, kata dia, Soekarno sempat bertanya "Lho, diktumnya kok diktum militer, bukan diktum kepresidenan!" Secara refleks, kata Sukardjo, ia  melihat naskah tersebut. Kop surat, kata dia, tidak ada lambang kepresidenan. Dia justru melihat kop Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) di sisi kiri atas surat tersebut.

"Untuk mengubah waktunya sudah sangat sempit. Tandatangani sajalah, Paduka. Bismillah," kata Basuki Rachmat, yang ditemani Brigjen Amirmachmud, Brigjen M Jusuf dan M Panggabean.

Surat yang kemudian dikenal dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) itu akhirnya diteken oleh Soekarno. Keempat jenderal utusan Soeharto itu lantas membawa surat  dengan sumringah. Setelah kejadian itu, Soekarno langsung mewanti-wanti Sukardjo.

“Kamu harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati,” ujar Sukardjo menirukan pesan Soekarno saat itu.

Dan benar saja, tak lama setelah kejadian itu, Sukardjo dilucuti oleh pasukan Kostrad dan RPKAD untuk kemudian ditahan. Dia dipenjara oleh Orde Baru tanpa peradilan selama 14 tahun. Selama ditahan, ia menerima penyiksaan, seperti disetrum puluhan kali dan dipaksa mengaku PKI.

Meski banyak yang membantah cerita tersebut, setidaknya itulah kesaksian dari Sukardjo, pengawal presiden, yang kedatangan tamu empat jenderal pada pukul 01.00 WIB.  Selain soal pistol, kesaksian yang paling diragukan adalah kehadiran Brigjen M Panggabean. Dari beberapa versi cerita,  cuma Sukardjo yang mengatakan kehadiran Panggabean di Istana Bogor.

Namun, tak sedikit juga yang memperkuat kesaksian Sukardjo. Mereka yang memperkuat kesaksian Sukardjo adalah R Seoekiram, S Ponirah, Soeprapto Karto Siswoyo dan Rian Ismali. Keempatnya merupakan purnawirawan CPM dan TNI AD.

Akibat pengakuannya yang menghebohkan usai reformasi pecah pada 1998 itu, Sukardjo sempat menghadapi proses hukum atas tuduhan menyebarkan berita bohong. Namun, ia berhasil lolos dari jeratan hukum karena tuduhan itu tidak terbukti.

0 komentar:

Posting Komentar

Most Viewed

COMMENT